Sample secara non random - v purposive


Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang “besar” semisal Oxford Advances Learner’s Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purposeadalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara lain kesengajaan (“intention”), tidak sekedar secara kebetulan (“accidental“); juga berarti alasan (“reason“) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan tertentu.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Misalnya yang diperlukan sebagai sampel adalah “perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki (bukan bebek dan sejenisnya)”–karena yang sedang dicari (jadi, populasinya) adalah perempuan-perempuan pengguna sepeda motor tipe laki-laki. Hati-hati, populasinya bukan semua pengguna sepeda motor, sepeda motor jenis atau tipe apapun. Hati-hati pula, bukan “pengguna motor: kasus perempuan pengguna motor laki-laki.” Juga hati-hati: bukan pengguna sepeda motor laki-laki: kasus perempuan. Populasinya semua perempuan pengguna sepeda motor laki-laki (artinya, atau definisi operasionlanya: perempuan yangselalu atau sering kali jika bepergian menggunakan sepeda motor jenis itu, apapun yang menjadi latar belakangnya).
Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara “njujug“, “menuju langsung ke “tempat” (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota populasi dimaksud berada.
Jadi, KE…….JAR terus di mana pun sampel berada!
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Jika ingin meneliti “ayam-ayam kampus” (maaf lho, karena ini sudah “populer” alias diketahui “populi” atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-tempat yang biasa dipakai “praktek lapangan” mereka, bukan di kampus [Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana merekangetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan, sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya "informan"-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu, ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota “anak jalanan” atau “ayam kampus”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan (hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja, tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung “to the point” (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa terjebak, salah “tangkap,” dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . ., maaf, jangan suka main "tangkap dulu urusan belakang" kayak oknum polisi-polisi yang tidak profesional--ditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama denganopportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental) sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga maknanya sama, yakni “njujug,” hanya saja yang dijadikan “jujugan” (tujuan) bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang “dituju” adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai “responden” (yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi. Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun lembaga, organisasi dsb).
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).
Hati-hati dengan kasus “ayam kampus.” Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya). Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian berikut).